Bangkalan (beritajatim.id) – Pasarean Aer Mata atau Makam Ratu Ibu di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, selalu ramai dikunjungi oleh para ahli tirakat dan pecinta sejarah. Situs ini merupakan kompleks makam raja-raja Bangkalan beserta kerabatnya.
Kompleks makam ini menyimpan potensi sejarah dari kehidupan para raja Madura Barat mulai abad ke-16 hingga abad ke-19.
Di dalamnya, terdapat pemakaman raja-raja dari Keraton Plakaran, termasuk Panembahan Cakraningrat II alias Raden Undakan (1648-1770), Panembahan Cakraadiningrat V alias Raden Sidomukti (1646-1770), Panembahan Cakraadiningrat VI alias Raden Tumenggung Mangkudiningrat (1770-1780), dan Sultan Cakraadiningrat I alias Raden Abdurahman (1780-1815).
Tiga penguasa Keraton Bangkalan lainnya tidak dimakamkan di Pasarean Aer Mata: Panembahan Cakraningrat I alias Raden Praseno (1624-1648) dimakamkan di Imogiri, Panembahan Cakraningrat III alias Pangeran Suroadingrat (1707-1718) yang jasadnya hilang di laut, dan Panembahan Cakraningrat IV alias Panembahan Sindingkap (1718-1745) yang makamnya diperdebatkan berada di Afrika Selatan atau di Aer Mata.
Kompleks makam ini berdiri kokoh di puncak bukit kecil dengan ketinggian 25-30 meter di atas permukaan laut.
Keunikan Pasarean Aer Mata terlihat saat pengunjung memasuki gerbang di kaki bukit, dengan tangga panjang yang berkelok-kelok menuju puncak Bukit Buduran. Tangga dan pagar pembatasnya tersusun rapi dari batu andesit putih.

Juru kunci makam menyatakan bahwa setiap hari ada pengunjung yang datang berziarah, terutama pada hari libur. Mereka datang dari berbagai daerah, termasuk Pulau Madura, Jawa, dan wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Di lokasi ini dulu ada cungkup tempat penyimpanan senjata dan perabotan peninggalan kerajaan, namun kini sudah dipindahkan ke kabupaten. Pusat pesarean ini adalah cungkup utama tempat bersemayam jasad para raja, termasuk Kanjeng Ratu Syarifah Ambami, permaisuri Panembahan Cakraningrat I, serta Panembahan Cakraningrat II, V, VI, dan VII.
Dinding cungkup berhiaskan seni ukir yang rumit dan indah dari batu pualam putih. Ukiran ini melambangkan kerukunan antar-umat dari tiga agama besar yaitu Islam, Buddha, dan Hindu. Ukiran tersebut termasuk bunga teratai, miniatur Ganesha, serta kaligrafi yang saling menyambung.
Selain itu, Desa Sembilang, Kecamatan Socah, sekitar 15 kilometer dari Pasarean Aer Mata, juga menyimpan sejarah kejayaan raja Bangkalan, Panembahan Cakraningrat IV. Pada masa pemerintahannya, Keraton Tonjung dipindah ke Sembilangan, namun saat pertempuran dengan Belanda, keraton ini dikuasai oleh Belanda dan Panembahan Cakraningrat IV dibuang ke Tanjung Harapan (Kaap de goede Hoop).
Bekas peninggalan yang tersisa adalah pagar masuk lokasi makam dan bangunan yang kini menjadi pondok pesantren. Makam yang kini sering dikunjungi adalah makam tokoh syiar Islam di Bangkalan seperti Kyai Abdul Karim, Kyai Mukodis, Kyai Anwar, Kyai Shofan, dan Kyai Tajal Anam. (hdl)