Jakarta (beritajatim.id) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Tematik Bakohumas BNPT mengajak seluruh humas pemerintah, baik di pusat maupun daerah, untuk membangun public resilience atau ketahanan publik dalam melindungi perempuan, anak, dan remaja dari ancaman ideologi radikalisme dan terorisme. Kegiatan ini berlangsung di Jakarta pada Kamis (5/9/2024).
Sestama BNPT, Bangbang Surono, menjelaskan bahwa humas pemerintah memiliki peran penting dalam mengelola komunikasi publik terkait upaya perlindungan ini. “Humas pemerintah, yang tersebar di berbagai tingkatan, memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan public resilience, terutama dalam melindungi perempuan, anak, dan remaja dari radikalisme terorisme,” ungkapnya.
Perlindungan terhadap kelompok rentan ini, lanjut Bangbang, menjadi prioritas BNPT mengingat semakin meningkatnya pelibatan perempuan, anak, dan remaja dalam aksi terorisme. Kasus Bom Surabaya tahun 2018 menjadi contoh nyata, di mana satu keluarga, termasuk istri dan anak-anak, terlibat dalam aksi tersebut.
Data I-Khub menyebutkan bahwa perempuan, anak-anak, dan remaja adalah tiga kelompok yang paling rentan terhadap radikalisasi. Oleh karena itu, BNPT berharap peran humas pemerintah bisa menggalang dukungan publik secara luas untuk melindungi kelompok-kelompok ini.
“Melalui forum ini, saya berharap kita bisa bersatu untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu membangun dukungan publik yang terbuka dalam melindungi perempuan dan anak dari paparan ideologi radikal,” tegas Bangbang.
Sejalan dengan pernyataan tersebut, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Dr. Hasyim Gautama, mengimbau humas pemerintah untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam menyebarkan narasi pencegahan radikalisme. “Humas pemerintah perlu membangun narasi yang kuat dan mudah dipahami oleh masyarakat. Narasi ini harus memenuhi ruang publik digital dengan pesan-pesan positif dalam mencegah paparan radikalisme terorisme,” tambahnya.
Forum Tematik Bakohumas BNPT ini dihadiri oleh 100 peserta dari 48 kementerian dan lembaga. Acara tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk mantan pekerja migran Indonesia, Listyowati, yang pernah terpapar radikalisme, serta para ahli komunikasi dan pakar BNPT. (hdl)