Jakarta (beritajatim.id) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan pentingnya setiap pemerintah daerah (pemda) memahami kerawanan bencana di wilayahnya, termasuk di desa-desa terpencil.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menyatakan bahwa langkah ini wajib dilakukan, terutama menghadapi puncak musim hujan dalam tiga bulan ke depan.
“Melihat kondisi di lapangan, kepala daerah harus memahami potensi bencana yang ada di wilayahnya,” ujar Abdul Muhari dalam konferensi pers bertajuk Disaster Briefing di Jakarta, Senin (25/11/2024).
BNPB telah menyediakan peta kerawanan bencana banjir dan tanah longsor untuk seluruh provinsi yang dapat diakses melalui aplikasi digital InaRISK.
Jika pemda belum memiliki peta risiko bencana sendiri, kepala daerah dan dinas terkait dapat menggunakan aplikasi ini untuk memantau potensi bencana dan meminimalkan dampaknya terhadap masyarakat.
“Ini hal yang mutlak dilakukan, terutama di kawasan rawan seperti bantaran sungai, pesisir, atau perbukitan curam,” tambah Abdul Muhari.
Pentingnya Respons Cepat Pemda
Pemda juga diharapkan merespons prakiraan cuaca yang dirilis harian oleh BMKG dengan menyiagakan petugas di lokasi rawan bencana.
Hingga kini, Indonesia belum memiliki sistem peringatan dini yang spesifik untuk banjir dan tanah longsor, sehingga prakiraan cuaca menjadi acuan utama dalam menentukan kesiapsiagaan bencana.
BNPB mencatat dampak bencana yang signifikan selama beberapa pekan terakhir. Hingga Senin (25/11/2024) pukul 17.00 WIB, telah terjadi 55 kejadian bencana berupa banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem.
Kejadian ini menyebabkan lebih dari 20 orang meninggal dunia, 38 orang luka-luka, tujuh orang hilang, dan puluhan ribu warga terdampak.
“Sebanyak 16 korban jiwa berasal dari banjir dan tanah longsor yang melanda empat kabupaten di Sumatera Utara pada 22-23 November,” jelas Abdul Muhari.
Memasuki puncak musim hujan, kesiapsiagaan menjadi kunci. BNPB mengingatkan pemda untuk terus memantau curah hujan dan memitigasi risiko dengan tindakan pencegahan di daerah rawan. Akses peta risiko dan koordinasi dengan BMKG menjadi langkah utama untuk mengurangi dampak bencana. (hdl)