Surabaya (beritajatim.id) – International Criminal Court (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel.
Pemanggilan juga ditujukan kepada Komandan Pasukan Militer Hamas terkait dugaan kejahatan perang di Gaza. Namun hingga saat ini, belum ada perkembangan signifikan mengenai pelaksanaan perintah tersebut.
Israel diketahui mengajukan banding kepada ICC pada Kamis (28/11/2024), meminta penangguhan terhadap perintah penangkapan tersebut.
Probo Darono, Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga, menilai keputusan ICC ini sebagai langkah awal yang penting dalam menggali lebih jauh situasi konflik di Timur Tengah.
“Ini adalah langkah awal untuk menginvestigasi peran tokoh negara yang menjadi aktor kunci dalam permasalahan di Timur Tengah,” jelas Probo.
Namun, ia meragukan apakah tokoh yang bersangkutan akan memenuhi panggilan tersebut, mengingat kesulitan menghadirkan pihak terkait pada pemanggilan sebelumnya.
“Kita perlu solidaritas internasional untuk mengecam tindakan Israel, mengingat pelanggaran yang terjadi sudah berlangsung lama,” tambahnya.
Probo juga menyoroti peran negara-negara dunia dalam konflik ini. Menurutnya, beberapa negara justru mendukung tindakan Israel, yang menghambat solusi konflik antara Palestina dan Israel.
“Dikotomi pandangan negara-negara Barat sering kali menyembunyikan fakta bahwa tindakan Israel mengarah pada genosida,” katanya.
Probo menekankan pentingnya kombinasi langkah diplomatik dan legal formal yang konsisten agar perintah ICC tidak hanya menjadi isu sementara.
Surat perintah ICC mendapat dukungan dari 99 negara, sementara Hungaria dan Argentina menolak. Probo mempertanyakan alasan kedua negara tersebut yang seharusnya mendukung penegakan hak asasi manusia.
“Penolakan Hungaria dan Argentina perlu dipertanyakan, mengingat pelanggaran HAM oleh Israel terhadap warga Palestina sudah sangat jelas,” ujarnya.
Probo menilai ICC memiliki kelemahan karena hukum internasional tidak bersifat absolut. Meski begitu, ICC diharapkan tetap berlaku adil sebagai lembaga peradilan yang mengedepankan hukum, berbeda dengan forum politis seperti Dewan Keamanan PBB.
“ICC adalah representasi hukum internasional yang didasarkan pada konsensus, dan harus dijalankan dengan adil tanpa keberpihakan,” tutupnya. (hdl)