Jakarta (beritajatim.id) – Proses sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terkait pengadaan gas air mata belum menemui titik terang.
Dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/1/2025), ICW mendesak Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk menerima permohonan informasi terkait pengadaan gas air mata oleh Polri dan memerintahkan institusi tersebut untuk membuka dokumen pengadaan.
ICW mengajukan permintaan atas 25 dokumen terkait 10 paket pengadaan gas air mata dalam Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Dokumen yang diminta termasuk Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), spesifikasi teknis, daftar kuantitas dan harga, serta kontrak pengadaan.
Namun, Polri menolak dengan alasan dokumen tersebut dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, mengacu pada Pasal 17 huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Dalih Polri Dinilai Tidak Relevan
ICW menilai alasan Polri tersebut tidak berdasar. Menurut mereka, dokumen yang diminta bersifat administratif dan tidak mengandung informasi terkait strategi, intelijen, atau teknik operasional.
“Dokumen ini penting untuk transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara, bukan untuk membahayakan keamanan negara,” ujar ICW.
UU KIP Pasal 2 ayat (4) menyebutkan bahwa informasi tertutup atau terbuka harus didasarkan pada kepentingan publik. ICW mempertanyakan dasar kepentingan publik yang digunakan Polri untuk menutup informasi terkait pengadaan gas air mata ini.
Transparansi untuk Kepentingan Publik
ICW menegaskan bahwa keterbukaan informasi ini penting untuk menghindari dugaan penyalahgunaan anggaran. Selain itu, transparansi juga dapat memastikan Polri bertindak sesuai prosedur, khususnya dalam penggunaan gas air mata saat pengamanan massa.
Dalam catatan ICW dan Trend Asia, terdapat 144 insiden penggunaan gas air mata oleh Polri selama periode 2015-2022. Salah satu kasus terburuk terjadi di Kanjuruhan, Malang, Oktober 2022, yang menewaskan 135 orang dan melukai 1.363 lainnya akibat tembakan gas air mata ke tribun penonton.
“Transparansi ini menjadi krusial mengingat dampak buruk penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur,” tambah ICW.
Berdasarkan hal tersebut, ICW mendesak:
- Komisi Informasi Pusat untuk menerima permohonan informasi dan memerintahkan Polri membuka dokumen pengadaan gas air mata.
- Kapolri untuk mencabut hasil uji konsekuensi yang menyatakan bahwa dokumen pengadaan alat pengamanan massa merupakan informasi yang dikecualikan.
ICW mengingatkan bahwa transparansi dalam pengelolaan keuangan negara adalah bagian dari kepentingan publik yang tidak dapat diabaikan. Mereka berharap Polri dan Komisi Informasi Pusat dapat segera menuntaskan persoalan ini untuk memperkuat akuntabilitas institusi negara. (hdl)