Surabaya (beritajatim.id) – Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) terus mendukung dan memberdayakan kelompok tani (Poktan) perkotaan. Lebih dari 290 Poktan di Surabaya kini aktif dalam praktik urban farming.
Salah satu Poktan yang mendapatkan pendampingan dari DKPP adalah Kelompok Tani Caping Kota di Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo. Spesialisasi budidaya buah melon yang mereka tekuni kini berhasil mencapai panen ketiga pada Selasa, 16 Juli 2024.
Kepala DKPP Kota Surabaya, Antiek Sugiharti, menegaskan bahwa pendampingan terhadap Poktan perkotaan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan warga dan mendorong kelompok tani lainnya agar produktif.
“Harapan kami tidak hanya menambah pendapatan warga di sini, tetapi juga menjadikan mereka pionir yang menyemangati kelompok tani lain,” ujar Antiek saat mengikuti panen melon di lahan fasilitas umum (Fasum) di Jalan Jemursari II 33A, Kelurahan Jemurwonosari.
Urban farming yang dilakukan oleh Poktan Caping Kota ini memanfaatkan lahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) yang diserahkan kepada Pemkot Surabaya. DKPP membantu pembangunan green house di lahan tersebut.
Antiek mengapresiasi keberhasilan Poktan Caping Kota dalam budidaya melon dan menyatakan bahwa kesuksesan ini menarik dukungan stakeholder sebagai mitra. “Kita juga lihat olahan makanan dari hasil urban farming ini,” tambahnya.
Pendampingan dari DKPP disesuaikan dengan klasifikasi kelompok tani, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian RI No. 67 Tahun 2016. Evaluasi tahunan dilakukan untuk menentukan kenaikan kelas kelompok tani dan memberikan sertifikat.
Camat Wonocolo, Muslich Hariadi, menyatakan bahwa wilayahnya memiliki lima kelompok tani dengan spesialisasi masing-masing. Poktan Caping Kota mengkhususkan diri pada budidaya melon melalui green house, sementara Poktan lain menanam pisang cavendish, pepaya california, dan ikan lele.
Muslich menyebut budidaya melon oleh Poktan Caping Kota sebagai yang terbaru di wilayahnya, hasil bantuan dan pendampingan DKPP Surabaya. “Melon lebih bernilai jual tinggi dibandingkan sayur,” ujarnya.
Muslich juga menambahkan bahwa Poktan Caping Kota berencana mengembangkan budidaya melon dengan menambah kuantitas bibit. Saat ini, panen mencapai 325 buah melon dengan berat rata-rata 1-1,5 kilogram.
Sementara itu, Ketua LPMK Jemurwonosari, Choirul Anam, menjelaskan bahwa budidaya melon telah dilakukan Poktan Caping Kota sejak satu tahun lalu. “Ini panen ketiga kami. Sebelumnya dua kali panen dan selalu habis terjual di grup-grup warga,” kata Choirul.
Choirul menyebut bahwa melon dipilih sebagai komoditas karena budidayanya mudah dan memiliki nilai ekonomis tinggi. “Kami ingin Jemurwonosari menjadi ikon Kampung Melon karena nilai ekonomisnya lebih tinggi daripada sayuran,” pungkasnya. (hdl)