Jakarta (beritajatim.id) – Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terbukti berperan penting dalam melindungi investasi dan memperkuat industri manufaktur dalam negeri.
Kebijakan ini menjaga permintaan pasar domestik, terutama dari belanja pemerintah, BUMN/BUMD, serta konsumsi rumah tangga atas produk elektronik yang menggunakan frekuensi publik, seperti ponsel, komputer genggam, dan televisi.
Pada tahun 2024, belanja pemerintah atas produk manufaktur domestik diperkirakan mencapai Rp 1.441 triliun, sementara belanja konsumsi rumah tangga atas produk HKT (Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet) diperkirakan lebih dari Rp 100 triliun setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan potensi pasar domestik yang besar dan semakin menarik bagi investasi manufaktur.
Menurut Febri Hendri Antoni Arif, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kebijakan TKDN menjadi karpet merah bagi investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dengan menggunakan kebijakan ini, Indonesia berupaya mendorong pendalaman struktur industri dan penyerapan tenaga kerja.
“Kebijakan TKDN bukan hanya untuk melindungi industri dalam negeri, tetapi juga untuk menarik investor asing dari berbagai negara guna membangun fasilitas produksi di Indonesia dan memanfaatkan pasar domestik yang besar,” ujar Febri di Jakarta.
Kebijakan TKDN diterapkan tanpa diskriminasi terhadap asal negara investor. Semua produk manufaktur yang diproduksi di Indonesia, baik oleh industri kecil, menengah, besar, maupun perusahaan global dengan teknologi tinggi, berhak mendapatkan sertifikat TKDN sesuai regulasi yang berlaku.
“TKDN berlaku untuk semua produk manufaktur tanpa melihat asal negara investor. Semua fasilitas produksi yang dibangun di Indonesia berhak mendapatkan sertifikat TKDN sesuai aturan yang ada,” tegas Febri.
Febri juga menegaskan bahwa kebijakan TKDN tidak menghalangi impor bahan baku industri. Impor bahan baku tetap diperbolehkan dan akan dipertimbangkan dalam sertifikasi TKDN apabila bahan baku tersebut belum bisa diproduksi di dalam negeri.
“Impor bahan baku tetap diperlukan jika bahan baku tersebut belum ada di dalam negeri. Perhitungan TKDN tetap dilakukan secara adil dan berkeadilan,” tambahnya.
TKDN Dorong Pemberdayaan Industri dalam Negeri
Kebijakan TKDN juga mendorong penggunaan produk dalam negeri oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penggunaan produk dalam negeri menjadi kewajiban ketika nilai TKDN dan BMP (Bahan Makanan Pokok) mencapai minimal 40 persen.
Selain itu, Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) bertujuan untuk memperdalam dan memperkuat struktur industri dalam negeri. Dengan menggunakan komponen dalam negeri, diharapkan dapat menumbuhkan industri hulu, antara, dan hilir, serta meningkatkan kapasitas industri dalam negeri.
Kebijakan TKDN telah terbukti memberi dampak positif bagi ekonomi Indonesia, terutama pada masa pandemi Covid-19. Pada saat itu, belanja pemerintah dan BUMN/BUMD menjadi penopang utama permintaan yang lesu, terutama di sektor farmasi dan kesehatan.
Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), dampak ekonomi dari kebijakan TKDN memiliki multiplier ekonomi sekitar 2,2. Artinya, setiap belanja Rp 1 untuk produk manufaktur dalam negeri dapat menciptakan nilai ekonomi sebesar Rp 2,2.
Dengan nilai belanja pemerintah dan BUMN/BUMD yang diperkirakan mencapai Rp 1.441 triliun pada tahun 2024, kebijakan TKDN diperkirakan akan menciptakan dampak ekonomi hingga Rp 3.170 triliun.
“Dampak besar yang ditimbulkan dari penggunaan produk dalam negeri ini menciptakan backward linkage dan forward linkage dalam sektor-sektor ekonomi Indonesia,” jelas Febri. (hdl)