Jakarta (beritajatim.id) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemenhut) mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia yang membatalkan vonis bebas terhadap Liem Hoo Kwan Willy alias Willy, terdakwa kasus perdagangan ilegal cula badak Jawa.
MA mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pandeglang. Dalam putusan kasasi tersebut, Willy dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, subsider 3 bulan kurungan penjara. Willy dijerat Pasal 21 Ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kasus ini bermula dari perdagangan cula badak Jawa hasil perburuan liar di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), habitat terakhir badak Jawa. Willy ditangkap oleh Polda Banten setelah diduga membeli cula badak hasil perburuan tersebut. Namun, Pengadilan Negeri Pandeglang sempat memvonis bebas Willy karena dinilai kurangnya bukti.
Tak puas dengan vonis tersebut, JPU mengajukan kasasi ke MA. Dalam persidangan tingkat kasasi, majelis hakim MA menyatakan bukti-bukti yang diajukan JPU cukup untuk membuktikan keterlibatan Willy dalam jaringan perdagangan ilegal satwa dilindungi.
Selain Willy, beberapa pelaku lain kasus perburuan badak Jawa juga telah dijatuhi hukuman berat. Pada 5 Juni 2024, Sunendi divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Kemudian pada 12 Februari 2025, Sahru dihukum 12 tahun penjara dan lima pelaku lainnya masing-masing dihukum 11 tahun penjara, serta denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan, berikut biaya perkara Rp 5.000.
Sementara itu, Yogi Purwadi, yang berperan sebagai perantara penjualan cula badak, pada 25 Juli 2024 divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Koordinator Advokat dan Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI), Nanda Nababan, menilai putusan kasasi terhadap Willy sudah tepat. Ia menegaskan transaksi perdagangan tidak akan terjadi tanpa adanya peran aktif dari pembeli seperti Willy.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menyampaikan apresiasinya kepada Kejaksaan Negeri Pandeglang dan Mahkamah Agung atas keberhasilan upaya hukum ini.
“Keputusan ini menggenapkan segala upaya kita dalam melindungi badak Jawa, baik terhadap pemburu, fasilitator, maupun pembeli, di dalam maupun luar negeri,” ujar Satyawan.
Keputusan MA ini dinilai menjadi sinyal penting bahwa hukum Indonesia tidak memberikan toleransi terhadap perdagangan ilegal bagian-bagian satwa langka. (adi)