Jakarta (beritajatim.id) – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan perhatian serius terhadap pengelolaan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Komdigi berencana untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam merumuskan regulasi yang lebih komprehensif guna memastikan pengaturan teknologi AI di Indonesia lebih efektif.
Sebelumnya, Kementerian Komdigi telah merilis Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 mengenai Etika Kecerdasan Artifisial.
Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria menyatakan bahwa meskipun masyarakat menyambut baik Surat Edaran tersebut, pengaturan lebih rinci dibutuhkan untuk mengikuti perkembangan penggunaan AI di Indonesia.
“Sambutan masyarakat cukup positif terhadap Surat Edaran Menteri tersebut. Namun, Pemerintah perlu memberlakukan peraturan yang lebih merinci seiring perkembangan penggunaannya di Indonesia,” ujar Nezar Patria saat menerima Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif Yovie Widiyanto di Kantor Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).
Nezar juga mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengkaji bentuk dan dasar kebijakan untuk pengaturan teknologi AI yang lebih detail, seperti dalam konteks Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), yang bisa dikembangkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri (Permen).
“Pembahasan ini akan terus berlangsung, dan kami berharap bisa menyusun draft regulasi yang lebih terperinci. Apakah itu nantinya berbentuk Permen atau regulasi yang lebih tinggi, kita akan terus evaluasi,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komdigi Mira Tayyiba juga menekankan bahwa pengaturan pemanfaatan teknologi ini memerlukan pendekatan horizontal, sebagaimana diterapkan dalam Undang-Undang No. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Pendekatan ini penting untuk mengatur permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Namun, untuk masalah yang bersifat teknis, kami akan menggunakan use case yang lebih spesifik, seperti penerapan AI dalam sektor kesehatan dan pendidikan,” jelas Mira.
Mira juga mengingatkan bahwa pengaturan adopsi teknologi AI membutuhkan sinergi antar kementerian dan lembaga lain.
“Kami percaya bahwa upaya ini tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian saja. Kami akan memanfaatkan kesempatan yang ada, seperti revisi Undang-Undang Hak Cipta, untuk mengoptimalkan kolaborasi tersebut,” tambahnya. (hdl)