Surabaya (beritajatim.id) – Masalah harga obat yang mahal di Indonesia menjadi perhatian serius bagi Ketua Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Dr. Mundakir. Menurutnya, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi untuk mengatasi masalah ini.
“Perguruan tinggi kita mampu jika diberi kepercayaan. Saat pandemi Covid-19, beberapa perguruan tinggi juga berhasil mengembangkan vaksin,” ujar Mundakir, Kamis (5/7/2024).
Masalah obat mahal berdampak besar pada masyarakat, terutama golongan ekonomi menengah ke bawah, yang kesulitan mendapatkan obat karena harga yang tinggi. “Ketidakmampuan mereka membeli obat menyebabkan pengobatan tertunda atau tidak optimal,” tambah Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya ini.
Harga obat dan alat kesehatan di Indonesia diketahui 300-500 persen lebih mahal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. Dalam rapat internal bersama menteri pada Selasa (4/7/2024), Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Kesehatan untuk menekan harga alat kesehatan dan obat-obatan agar setara dengan negara lain.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa salah satu penyebab mahalnya obat adalah inefisiensi perdagangan. Oleh karena itu, diperlukan tata kelola yang lebih transparan untuk mendapatkan harga yang lebih murah.
Mundakir menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan fasilitas penelitian di perguruan tinggi guna mengembangkan obat-obatan baru. “Pemerintah bisa mendukung pendirian fasilitas produksi obat di kampus atau bekerja sama dengan industri farmasi lokal untuk memproduksi obat hasil penelitian perguruan tinggi,” jelasnya.
Mundakir menceritakan pengalamannya saat mengikuti International Winter School (IWS) 2023 di Tehran University of Medical Sciences (TUMS). Di sana, ia mengunjungi Endocrine and Metabolism Research Institute (EMRI) dan Pharmaceutical Incubator (PI), yang berhasil memproduksi 120 produk farmasi penting dan meluncurkan 60 produk farmasi baru.
“Di sana, mereka sudah bisa memproduksi berbagai jenis obat seperti tablet, kapsul, inhaler, dan obat injeksi,” ungkap Mundakir, yang majelisnya menaungi 36 rumah sakit dan 50 klinik.
Mundakir yakin perguruan tinggi di Indonesia mampu melakukan hal serupa, bahkan lebih baik, dengan dukungan pemerintah. “Political will atau kemauan politik pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah harga obat mahal melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi,” pungkasnya. (hdl)