Semarang (beritajatim.id) – Kota Semarang menghadapi hujan ekstrem yang tercatat lebih dari 300 mm pada 12 Desember 2024, yang melampaui kategori hujan ekstrem (>150 mm/hari). Namun, berkat upaya penanganan intensif dari Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, beberapa wilayah yang sebelumnya menjadi langganan genangan kini sudah tidak terdampak lagi banjir.
Salah satu upaya penanganan yang berhasil dilakukan adalah peninggian Jembatan Nogososro di wilayah Tlogosari. Peninggian jembatan ini diharapkan dapat memperlancar aliran air ke muara Sungai Tenggang, serta mencegah terjadinya limpasan air yang mengakibatkan banjir. Di jembatan ini juga diterapkan inovasi fast trash yang berfungsi menyaring sampah agar tidak menghalangi aliran air.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, menyatakan bahwa dengan meningkatnya ketinggian jembatan, diharapkan tidak ada lagi banjir di wilayah Tlogosari, Parang Sarpo, Tlogosari Wetan, dan Muktiharjo. “Harapannya tentu tidak terjadi lagi limpasan atau banjir di wilayah tersebut,” ujarnya.
Pemkot Semarang juga berkolaborasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana (BBWS) untuk menormalisasi Kali Tenggang yang selama ini sempit dan sering menjadi penyebab banjir. Normalisasi ini dijadwalkan dimulai pada 2025 dan 2026 melalui proyek multiyears.
“Normalisasi Kali Tenggang diharapkan dapat mengatasi masalah banjir di wilayah Pedurungan, Gayamsari, Semarang Utara, dan Genuk,” jelas Wali Kota Semarang. Selain itu, Pemkot juga merencanakan pembangunan giant sea wall dan kolam retensi seluas 250 hektar sebagai solusi jangka panjang bagi banjir di wilayah Semarang bagian utara dan timur.
Wilayah lain yang kini bebas dari genangan banjir adalah Jalan Woltermonginsidi di Kecamatan Pedurungan, yang selama ini menjadi titik rawan banjir. Peninggian Penghubung Jalan Masuk (PJM) di kawasan ini terbukti efektif dalam mencegah genangan air.
Selain itu, pemasangan saluran U-Ditch di Muktiharjo Kidul turut meningkatkan kapasitas saluran air dan mengurangi risiko limpasan air ke permukiman warga.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Semarang, Soewarto, menegaskan bahwa Pemkot tidak hanya memperbaiki infrastruktur yang rusak tetapi juga membangun sistem yang lebih tahan terhadap intensitas hujan ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. “Kondisi ini mengingatkan kita untuk memiliki perencanaan tata kota yang lebih adaptif terhadap iklim,” ujar Soewarto.
Dengan langkah proaktif dari Pemkot Semarang, diharapkan dampak negatif akibat curah hujan ekstrem dapat diminimalkan, serta meningkatkan ketahanan kawasan terhadap bencana banjir di masa depan. (ted)