Jakarta (beritajatim.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa tidak ada motif politik terkait penyitaan buku catatan milik Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
“KPK fokus pada penegakan hukum. Oleh karena itu, pemeriksaan ini bukan sesuatu yang tiba-tiba,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (11/6/2024).
Budi menjelaskan bahwa penyitaan terhadap ponsel dan buku catatan Hasto adalah bagian dari rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya untuk mencari keterangan yang diperlukan oleh penyidik. “Itu menjadi sebuah keberlanjutan untuk menggali informasi, kelengkapan keterangan yang dibutuhkan oleh tim penyidik,” ujarnya.
Budi juga memastikan bahwa tim penyidik KPK masih mengumpulkan berbagai informasi dan keterangan dari serangkaian pemeriksaan berbagai sumber, termasuk pemeriksaan terhadap Hasto dan tiga saksi kerabat Harun Masiku yang diperiksa beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto diperiksa selama empat jam oleh penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.
“Jadi saya datang ke KPK ini dengan niat baik sebagai warga negara yang taat hukum. Saya di dalam ruangan yang sangat dingin, hampir sekitar empat jam,” kata Hasto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2024).
Hasto menyebut dirinya hanya bertatap muka dengan penyidik selama sekitar 1,5 jam dan pemeriksaannya belum masuk ke pokok perkara. Ia juga menyatakan keberatan terhadap penyitaan tas dan ponselnya oleh penyidik KPK.
“Kemudian ada handphone yang disita, dan saya menyatakan keberatan atas penyitaan handphone tersebut,” ujarnya. Hasto kemudian meminta agar pemeriksaan terhadap dirinya hari ini ditunda dan dijadwalkan ulang. Ia memastikan dirinya akan hadir memenuhi panggilan penyidik KPK pada jadwal pemeriksaan selanjutnya.
Diketahui, Harun Masiku telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024. Namun, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK dan telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.
Dugaan Kriminalisasi
Advokat Ronny Talapessy mempertanyakan adanya upaya kriminalisasi terhadap Hasto Kristiyanto di balik proses hukum yang belakangan ini berhembus. Ronny, yang kini memegang Surat Kuasa sebagai Tim Hukum Hasto Kristiyanto, menyatakan indikasi tersebut dapat terlihat dalam dua upaya aparat belakangan ini.
Pertama, Hasto harus hadir di Polda Metro Jaya terkait laporan dugaan penghasutan dan berita bohong dalam sesi wawancara dengan stasiun televisi nasional. Setelah itu, muncul pemanggilan baru dari KPK kepada Hasto, yang katanya terkait Harun Masiku.
“Menjadi pertanyaan kita semua tim hukum, apakah pemanggilan-pemanggilan ini karena bentuk kritik dari Sekjen PDI Perjuangan terhadap pemerintahan yang ada?” kata Ronny.
Hal itu disampaikan Ronny saat diskusi publik bertajuk ‘Menguak Motif Pemanggilan Sekjen PDI Perjuangan ke Polda dan KPK: Politisasi Hukum Era Jokowi?’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2024). Selain Ronny, pembicara lainnya adalah Ikrar Nusa Bhakti, Usman Hamid, dan Edwin Partogi.
Ronny menyatakan bahwa setiap kali Hasto bersikap kritis, masalah Harun Masiku langsung dimunculkan oleh aparat negara.
Ronny menjelaskan, tensi isu kasus Harun Masiku meningkat ketika konstelasi pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024. Namun, puncaknya terjadi ketika Hasto mengkritik pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres. Pencalonan itu melalui Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai sarat akan praktik pelanggaran etik.
“Tahun 2023 itu memang tensi politiknya tinggi. Proses dari bulan Juli, Agustus, September, Oktober, puncaknya di Oktober ketika keputusan MK, kemudian ada penerimaan pendaftaran saudara Gibran sebagai cawapres. Isu terkait Harun Masiku tinggi bulan itu,” kata Ronny.
Ronny melanjutkan, tensi kasus Harun Masiku kembali meninggi saat Hasto membela para aktivis dan budayawan yang coba dikriminalisasi karena mengkritik pencalonan Gibran. Ketika Hasto mengungkapkan adanya upaya memobilisasi aparat desa dan penggunaan bansos untuk pemenangan salah satu calon presiden-wakil presiden, kasus Harun Masiku muncul kembali.
“Di bulan November ketika kritik dari Sekjen PDI Perjuangan tentang kriminalisasi terhadap para aktivis, budayawan, dan media. Isu Harun Masiku tinggi,” ujarnya.
Kemudian, kata Ronny, tensi kasus Harun Masiku sempat mereda selepas Pilpres pada Februari 2024, namun kembali naik pada bulan Maret-April 2024.
“Itu turun sejak bulan Februari setelah Pilpres selesai. Dan naik lagi bulan Maret dan April 2024. Isu Harun Masiku dan dikaitkan dengan Sekjen PDI Perjuangan. Itu naik lagi,” ucapnya.
“Ini yang menjadi pertanyaan kami tim hukum. Padahal perkara ini sudah lama, 4 tahun,” tegas Ronny.
Dari keputusan pengadilan terkait Harun Masiku atas nama eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, sama sekali tidak ada keterkaitan Hasto. Hal ini menunjukkan bahwa Hasto hanya berusaha dikait-kaitkan dengan motif politik di baliknya.
“Di dalam persidangan yang terbuka, yang sudah diuji, bukti-buktinya, saksi-saksinya, tidak ada kaitan bukti antara para tersangka dengan Sekjen PDI Perjuangan. Itu clear,” tegas Ronny. (hdl)