Yogyakarta (beritajatim.id) – Dengan koleksi 333 varietas pisang, Plasma Nutfah Pisang Yogyakarta menjadi pusat konservasi genetik terbesar dan terlengkap di Indonesia. Selain berperan penting dalam pelestarian keanekaragaman hayati, kebun ini juga mendukung perekonomian sektor pertanian.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, menyampaikan hal tersebut dalam kunjungan kerjanya ke Kebun Plasma Nutfah Pisang Yogyakarta pada Kamis (9 Januari 2025).
Agenda tersebut diawali dengan penanaman pohon induk dan panen pisang varietas unggulan. Sri Paduka menanam varietas pisang Raja Bagus, ikon Kota Yogyakarta, serta memanen pisang jenis Raja Bulu.
“Kegiatan ini penting untuk pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan. Selain itu, kebun ini memiliki potensi besar untuk penelitian dan pengembangan varietas unggul, yang mampu menghadapi tantangan perubahan iklim,” ungkap Sri Paduka.
Kolaborasi dan Pemanfaatan Teknologi
Sri Paduka menegaskan pentingnya kerja sama antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat untuk memastikan pengelolaan kebun ini berjalan optimal.
“Pemanfaatan teknologi modern, seperti bioteknologi dan digitalisasi, perlu diakselerasi agar pengembangan varietas unggul lebih cepat dan mendukung sistem pertanian berkelanjutan,” tambahnya.
Sri Paduka juga menekankan bahwa petani harus diberdayakan agar tidak hanya menjadi bagian dari konservasi, tetapi juga mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari kebun ini.
“Menanam pohon adalah menanam harapan—lingkungan yang lebih hijau, ketahanan pangan yang kokoh, dan masa depan lebih baik untuk generasi mendatang,” tutup Sri Paduka.
Koleksi Terlengkap se-Asia Tenggara
Penjabat Walikota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, mengungkapkan bahwa kebun ini memiliki luas dua hektar dengan 330 kultivar pisang yang terpelihara dengan baik. Hal ini menjadikan Plasma Nutfah Pisang Yogyakarta sebagai koleksi terlengkap di Asia Tenggara.
“Kebun ini awalnya diinisiasi oleh Ibu Negara Tien Soeharto. Kini, Kota Yogyakarta terus merawat dan mengembangkannya menjadi pusat konservasi yang mendukung pertanian,” ujar Sugeng.
Sugeng juga menyebut bahwa pisang, sebagai sumber karbohidrat, memiliki peran penting tidak hanya dalam kebutuhan pangan tetapi juga dalam tradisi budaya Jawa. Namun, beberapa jenis pisang semakin langka sehingga pelestarian melalui plasma nutfah sangat krusial.
“Kami berupaya agar seluruh kultivar bisa dibudidayakan dan disosialisasikan ke masyarakat. Harapannya, ini juga dapat memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD),” jelas Sugeng.
Dukungan Dana dan Pengembangan Kultur Jaringan
Plasma Nutfah Pisang Yogyakarta mendapat dukungan dari Dana Keistimewaan sebesar Rp 2,5 miliar untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan kebun. Teknologi kultur jaringan menjadi salah satu metode utama yang digunakan untuk menjaga keberlanjutan koleksi ini.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Yogyakarta memiliki potensi besar dalam pengembangan genetis pisang, yang hingga saat ini masih berjalan dengan baik,” pungkas Sugeng. (hdl)