Vientiane (beritajatim.id) – Airborne Infection Defense Platform (AIDP) resmi diluncurkan pada pertemuan ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) ke-16 di Vientiane, Laos.
Platform ini dirancang untuk memperkuat penanganan tuberkulosis (TBC) di ASEAN, meningkatkan sistem kesehatan, dan mempersiapkan kawasan menghadapi pandemi yang disebabkan oleh infeksi pernapasan yang menular melalui udara.
Peluncuran AIDP ditandai dengan sambutan dari Menteri Kesehatan Laos, H.E. Dr. Bounfeng Phoummalaysith. Hadir juga dalam acara tersebut, perwakilan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, drs. Bayu Teja Muliawan, Ketua Dewan Stop TB Partnership Dr. Teodoro Javier Herbosa, serta delegasi dari berbagai negara ASEAN lainnya.
Mereka berkumpul untuk membahas situasi TBC di kawasan, kesiapan penanganan pandemi, serta memperkuat kerja sama antar negara dalam menghadapi penyakit yang menular melalui udara.
AIDP mendapat dukungan dari United States Agency for International Development (USAID) dan diimplementasikan oleh Stop TB Partnership Geneva bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI). Inisiatif ini juga telah mendapat persetujuan dari seluruh negara anggota ASEAN.
Berdasarkan laporan Global TB Report 2024, lebih dari 2,4 juta orang di ASEAN diperkirakan terkena TBC. Indonesia, bersama dengan Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam, termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia menurut World Health Organization (WHO).
Indonesia sendiri memiliki beban TBC tertinggi kedua di dunia, menyumbang 10% dari kasus global pada tahun 2022. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang di Indonesia terkena TBC pada tahun yang sama, dengan angka kasus 385 per 100.000 penduduk dan 134.000 kematian, menjadikannya negara dengan jumlah kematian akibat TBC tertinggi kedua setelah India.
Pandemi Covid-19 memperburuk situasi TBC di Indonesia, dengan penurunan pendanaan sekitar 8,7% antara tahun 2019 dan 2020. Hal ini memperlebar kesenjangan pembiayaan TBC, sehingga perlu adanya peningkatan upaya untuk menanggulangi TBC di tengah tantangan yang ada.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Bayu Teja Muliawan, dalam sesi dialog menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil meningkatkan pelaporan kasus TBC setelah mengalami penurunan selama tahun pertama pandemi.
“Tingkat pelaporan kami pada tahun 2022 mencapai 70% dan meningkat menjadi 80% pada tahun 2023, capaian tertinggi dalam sejarah Indonesia,” ujarnya.
Keberhasilan ini berkat monitoring intensif dari Menteri Kesehatan dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan multisektor dan donor. Bayu juga menekankan pentingnya kolaborasi di seluruh ASEAN untuk memperkuat kesiapsiagaan menghadapi pandemi.
AIDP akan fokus pada penguatan respon TBC di ASEAN, termasuk di tingkat komunitas dan pelayanan primer. Langkah ini mencakup peningkatan infrastruktur layanan kesehatan, deteksi, pengobatan, dan pencegahan. Teknologi seperti X-ray digital portabel dan alat diagnostik molekuler cepat akan dimanfaatkan untuk meningkatkan deteksi TBC, terutama di daerah terpencil.
Dr. Suvanand Sahu, Deputi Eksekutif Direktur Stop TB Partnership, menyatakan bahwa fase pertama AIDP akan dimulai dengan pengumpulan data di 10 negara ASEAN untuk mengevaluasi kapasitas penanggulangan TBC dan pandemi di setiap negara. “Fase kedua akan melibatkan dukungan kepada komunitas dan pelayanan kesehatan primer untuk memperkuat kapasitas penanggulangan TBC di seluruh ASEAN,” tambahnya.
Ketua Dewan Stop TB Partnership, Dr. Teodoro Herbosa, juga menyatakan bahwa investasi dalam penanganan TBC merupakan investasi dalam menghadapi semua infeksi yang ditularkan melalui udara. (hdl)