Jakarta (beritajatim.id) – Anggota Komite I DPD RI asal Aceh, H. Sudirman Haji Uma, menyoroti persoalan anggaran Pilkada 2024 yang dinilai tidak optimal. Kondisi ini berdampak langsung pada kualitas pelaksanaan Pilkada Serentak di berbagai daerah.
Dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Dalam Negeri di Gedung DPD RI, Jakarta, Haji Uma mengungkapkan bahwa meski anggaran Pilkada telah ditetapkan dalam APBD, hasil pengawasan DPD menunjukkan implementasinya masih jauh dari memadai.
“Anggaran yang dialokasikan dalam APBD belum maksimal, sehingga berdampak pada sejumlah agenda penting seperti sosialisasi dan pendidikan pemilih. Di Aceh, misalnya, alokasi gaji untuk komisioner Panwaslih adhoc Pilkada di Lhokseumawe hanya mencukupi untuk 9 bulan dari 12 bulan masa kerja,” tegas Haji Uma.
Ia menambahkan bahwa perencanaan dan skema anggaran perlu dievaluasi serius. Menurutnya, pembebanan anggaran Pilkada kepada daerah secara penuh hanya akan menambah beban dan mengganggu agenda pembangunan.
Dorong Pemungutan Suara Digital
Selain menyoroti masalah anggaran, Haji Uma juga mengusulkan penerapan sistem pemungutan suara digital di daerah tertentu. Menurutnya, teknologi dapat menjadi solusi atas tantangan yang dihadapi sistem pemilu manual saat ini.
“Pemanfaatan teknologi untuk pemungutan suara secara digital bisa dipertimbangkan, tentunya dikombinasikan dengan sistem manual. Hal ini relevan untuk daerah tertentu agar lebih efektif dan efisien,” ujar Haji Uma.
Di sisi lain, Haji Uma secara tegas menolak wacana penerapan sistem proporsional tertutup dalam revisi UU Pilkada. Ia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah mundur bagi demokrasi Indonesia.
“Kalau alasan wacana ini adalah tingginya biaya politik, tidak ada jaminan bahwa sistem proporsional tertutup akan membuat biaya politik lebih rendah. Malah, kemungkinan sebaliknya yang terjadi,” pungkasnya. (hdl)