Surabaya (beritajatim.id) – Media digital terus menghadapi tantangan besar dan peluang menjanjikan di tengah era jumping technology. Fenomena ini menjadi sorotan dalam Seminar Nasional Outlook Ekonomi Indonesia 2024 yang digelar di Whiz Luxe Hotel, Rabu (20/11/2024).
Wenseslaus Manggut, COO Kapanlagi Youniverse, membahas bagaimana transformasi teknologi membentuk ulang industri media.
“Era ini menunjukkan bagaimana masyarakat beralih langsung ke teknologi canggih seperti ponsel, tanpa melalui teknologi sebelumnya seperti komputer. Perubahan ini luar biasa cepat,” ujar Wenseslaus.
Di era serba digital, sebagian besar masyarakat mengandalkan ponsel pintar sebagai sumber informasi utama. Barang-barang seperti koran dan komputer menjadi kurang relevan, terutama bagi generasi muda.
“Banyak anak muda tidak lagi mengenal koran. Media sosial telah menjadi sumber utama informasi bagi mereka. Informasi kini diartikan sebagai apa yang muncul di media sosial,” jelas Wenseslaus.
Teknologi yang berkembang pesat juga memengaruhi cara masyarakat mengakses informasi. Jika dulu orang harus membaca tabloid untuk mendapatkan berita, kini cukup dengan ponsel berukuran tangan.
Namun, Wenseslaus mengingatkan bahwa kebiasaan ini menuntut media untuk memenuhi kebutuhan pembaca, sering kali dengan fokus pada jumlah pembaca (traffic) dibandingkan kualitas konten.
Di tengah lonjakan jumlah portal berita yang mencapai ribuan di Indonesia, tantangan berupa over supply informasi muncul. Informasi yang berlimpah sering kali dibarengi dengan kemunculan berita hoaks.
Pada 2023, tercatat ada 1.615 hoaks kesehatan, sedangkan pada 2024, di tahun Pilpres, hoaks politik melonjak hingga 3.235 kasus. Kondisi ini menunjukkan bahwa kuantitas konten tidak selalu menjamin kualitas informasi.
“Kadang-kadang, cerita horor lebih banyak dibaca dibandingkan artikel penelitian ilmiah. Ini menunjukkan betapa pasar lebih mengutamakan hiburan,” ungkap Wenseslaus.
Selain itu, algoritma media sosial mempersempit pandangan masyarakat dengan hanya menyajikan konten sesuai preferensi mereka. “Jika terlalu sering membaca soal paslon politik tertentu, algoritma akan terus merekomendasikan konten serupa, membuat dunia kita semakin sempit,” tambahnya.
Di tengah fenomena tersebut, industri media juga dihadapkan pada berbagai regulasi, termasuk revisi UU ITE, yang berpotensi mengatur lebih ketat dunia digital. Namun, Wenseslaus menekankan pentingnya kembali ke prinsip jurnalistik untuk menjaga kualitas konten.
“Industri ini harus tetap berpegang pada etika jurnalistik sambil beradaptasi dengan kebutuhan traffic, impresi, dan permintaan pasar. Ini tantangan besar yang harus dihadapi dengan bijak,” jelasnya.
Transformasi teknologi membawa tantangan besar bagi industri media digital. Namun, di balik itu, terdapat peluang untuk terus berkembang dengan memadukan inovasi teknologi dan prinsip jurnalistik. Kesadaran akan pentingnya kualitas konten harus terus ditingkatkan di tengah dinamika dunia digital. (ted)