Surabaya (beritajatim.id) – Usai sholat Subuh, Ramadhan, warga Rungkut, Surabaya, jalan-jalan bersama puterinya. Mereka berkendara dengan sepeda motor matic keluaran 2000-an, lalu berbelok ke Jl Jagir Wonokromo.
Anak perempuannya yang semula diam langsung bersorak melihat aliran sungai yang mengalir deras dari Pintu Air Jagir. Matanya menatap antusias, tawanya melebur bersama suara air yang membuncah. Tentu saja, mereka hanya bisa berdiri dari tepi jalan, beberapa meter dari salah satu cagar budaya kota yang sangat populer ini.
Ya, Pintu Air Jagir, Surabaya, dikenal sebagai salah satu bangunan penting yang memiliki rentetan sejarah panjang. Bangunan ini resmi melengkap daftar cagar budaya kota berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota tertanggal 26 September 1996.
Mengutip data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, kawasan ini menjadi saksi tempat bersauhnya armada Tentara Tar-Tar dari China yang akan menyerang Raja Jayakatwang dari Kediri, namun akhirnya dikalahkan oleh Pasukan Majapahit di bawah pimpinan Raden Wijaya.
Lalu pada tahun 1917, di masa pemerintahan Belanda, Pintu Air Jagir dibangun. Sejak saat itu, ia telah menyuplai bahan baku air bersih bagi warga Surabaya.
Bendungan ini berperan penting dalam mengontrol aliran Sungai Kali Mas untuk mengurangi banjir genangan di kota. Hingga kini, fungsinya sebagai pengatur debit air tetap bertahan, mirip dengan fungsi banjir kanal di Jakarta. Selain itu, Pintu Air Jagir juga menjadi salah satu sumber air baku PDAM Surabaya.
Pintu Air Jagir pernah mengalami perombakan pada tahun 1978, dengan ornamen yang diubah mengikuti gaya arsitektur Belanda.
Namun, bentuk arsitekturnya tetap dipertahankan seperti aslinya. Pengelolaan pintu air ini berada di bawah kendali Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) milik negara. Beberapa lampu ditambahkan untuk pencahayaan luar ruangan pada malam hari, menambah keindahan bangunan ini.
Dam Jagir juga dikenal dengan deretan kios penjual keperluan memancing, yang berdiri tak jauh dari lokasi pintu air. Kios-kios ini seringkali berfungsi sebagai tempat tinggal, dengan penduduk yang menggunakan air bendungan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci.
Para juru pintu air secara bergantian menjaga agar bendungan tetap berfungsi dengan baik, memastikan kita masih dapat merasakan manfaat dan kemegahan bangunan bersejarah ini.
Keberadaan juru kunci pintu air ini sekaligus menepis mitos tentang sosok makhluk besar penjaga Pintu Air Jagir yang dipercaya masyarakat sekitar. Selain itu, ada juga cerita tentang buaya putih yang kadang menampakkan diri, menambah kesan angker pada tempat ini.
“Sejak kecil saya sudah mendengar cerita-cerita itu,” ungkap Ramadhan. Karyawan sebuah perusahaan swasta di kawasan SIER Surabaya ini pun mengaku jika ia percaya pada mitos ini. Itu sebabnya, setiap puterinya mengajak melihat Pintu Air Jagir, ia memilih melihat jauh di pinggir.
“Gini aja anak sudah senang. Habis ini balik ke rumah, anak nggak rewel. Saya bisa berangkat bekerja,” katanya sambil tersenyum. (hdl)